Hikayat Indera Bangsawan
Hikayat Indera Bangsawan
“Hikayat Indera Bangsawan” adalah
sebuah karya sastra tradisional Melayu yang sering disebut hanya sebagai
“Indera Bangsawan”. Ini adalah narasi Melayu klasik, atau hikayat, yang
terkenal dalam tradisi sastra Melayu. Hikayat adalah salah satu bentuk cerita
tradisional Melayu, sering kali ditulis dalam bentuk puisi atau prosa.
"Indera Bangsawan"
bercerita tentang seorang bangsawan bernama Indera Bangsawan. Narasinya
biasanya melibatkan unsur romansa, petualangan, dan kesatriaan. Ini adalah tema
populer dalam sastra Melayu dan mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma budaya
pada saat penulisannya. Ceritanya sering kali berpusat pada tokoh protagonis
yang mulia dan pengalamannya, termasuk hubungan, pertempuran, dan pencariannya.
Hikayat Indera Bangsawan
merupakan bagian penting dari warisan sastra Melayu dan dianggap klasik dalam
sastra Melayu. Buku ini memberikan wawasan tentang budaya, kepercayaan, dan
nilai-nilai masyarakat Melayu pada masa penulisannya. Perlu dicatat bahwa ada
berbagai versi dan adaptasi dari hikayat ini, dan hikayat ini telah dipelajari
dan ditafsirkan oleh para sarjana dan peneliti yang tertarik pada sastra dan
budaya Melayu.
Hikayat Indera Bangsawan
Tersebutlah perkataan seorang
raja yang bernama Indera Bungsu dari Negeri Kobat Syahrial. Setelah berapa lama
di atas kerajaan, tiada juga beroleh putra. Maka pada suatu hari, ia pun
menyuruh orang membaca doa qunut dan sedekah kepada fakir dan miskin. Hatta
beberapa lamanya, Tuan Puteri Sitti Kendi pun hamillah dan bersalin dua orang
putra laki-laki. Adapun yang tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan
pedang. Maka baginda pun terlalu amat sukacita dan menamai anaknya yang tua
Syah Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.
Maka anakanda baginda yang dua
orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji kepada
Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul,
fikih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya,
mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan.
Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri
karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah. Jikalau baginda pun mencari
muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan
seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh
perindu yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri.
Setelah mendengar kata-kata
baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bermohon pergi mencari buluh
perindu itu. Mereka masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung, masuk
rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari,
hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap gulita dan
tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri dan Indera Bangsawan pun
bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun pergi saling cari mencari Tersebut
pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera
Bangsawan. Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan
berjalan dengan sekuat-kuatnya.
Beberapa lama di jalan, sampailah
ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah mahligai. Ia naik ke atas mahligai
itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu dibukanya dan
dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya memukul gendang itu.
Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun
keluarlah dari gendang itu. Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah
dikalahkan oleh Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh orangtuanya dalam gendang
itu dengan suatu cembul. Di dalam cembul yang lain ialah perkakas dan
dayang-dayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang itu.
Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri pun duduklah
berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami istri dihadap oleh
segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera
Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di suatu padang yang terlalu
luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu dengan seorang
raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan
sedang berada di negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk
kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti.
Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya
bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat menangkap
Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok parasnya
itu. Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat.
Para ahli nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang
dapat menyembuhkan penyakit itu. Baginda bertitah lagi. “Barang siapa yang
dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan menjadi suami tuan puteri.”
Setelah mendengar kata-kata
baginda Si Hutan pun pergi mengambil seruas buluh yang berisi susu kambing
serta menyangkutkannya pada pohon kayu.Maka ia pun duduk menunggui pohon itu.
Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu
kala.
Hatta datanglah kesembilan orang
anak raja meminta susu kambing yang disangkanya susu harimau beranak muda itu.
Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan
kepada orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja yang
sembilan orang itu pun menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan
dengan besi panas. Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu kepada
raja, tetapi tabib berkata bahwa susu itu bukan susu harimau melainkan susu
kambing. Sementara itu Indera Bangsawan sudah mendapat susu harimau dari
raksasa (neneknya) dan menunjukkannya kepada raja Tabib berkata itulah susu
harimau yang sebenarnya. Diperaskannya susu harimau ke mata Tuan Puteri.
Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib, maka Tuan Puteri pun sembuhlah.
Adapun setelah Tuan Puteri sembuh, baginda tetap bersedih. Baginda harus
menyerahkan tuan puteri kepada Buraksa, raksasa laki-laki apabila ingin seluruh
rakyat selamat dari amarahnya. Baginda sudah kehilangan daya upaya Hatta
sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda berkata kepada
sembilan anak raja bahwa yang mendapat jubah Buraksa akan menjadi suami Puteri.
Untuk itu, nenek Raksasa mengajari Indrra Bangsawan. Indera Bangsawan diberi
kuda hijau dan diajari cara mengambil jubah Buraksa yaitu dengan memasukkan
ramuan daun-daunan ke dalam gentong minum Buraksa. Saat Buraksa datang hendak
mengambil Puteri, Puteri menyuguhkan makanan, buah-buahan, dan minuman pada
Buraksa. Tergoda sajian yang lezat itu tanpa pikir panjang Buraksa menghabiskan
semuanya lalu meneguk habis air minum dalam gentong.
Tak lama kemudian Buraksa
tertidur. Indera Bangsawan segera membawa lari Puteri dan mengambil jubah
Buraksa. Hatta Buraksa terbangun, Buraksa menjadi lumpuh akibat ramuan
daun-daunan dalam air minumnya.
Kemudian sembilan anak raja
datang. Melihat Buraksa tak berdaya, mereka mengambil selimut Buraksa dan
segera menghadap Raja. Mereka hendak mengatakan kepada Raja bahwa selimut
Buraksa sebagai jubah Buraksa.
Sesampainya di istana, Indera
Bangsawan segera menyerahkan Puteri dan jubah Buraksa. Hata Raja mengumumkan
hari pernikahan Indera Bangsawan dan Puteri. Saat itu sembilan anak raja
datang. Mendengar pengumuman itu akhirnya mereka memilih untuk pergi. Mereka
malu kalau sampai niat buruknya berbohong diketahui raja dan rakyatnya.
Komentar
Posting Komentar